![]() |
P. Santon Tekege, Pr (depan) dan P. Damianus Adii, Pr (berkaca mata) dalam suatu acara di Waghete, Deiyai – Foto: Abeth You. |
Pater Paroki Deiyai, Tigi Barat, Pater Damianus Adii, Pr kepada Jubi menjelaskan, kematian bayi ini sebelumnya disebarkan Kepala Distrik Tigi Barat Fransiskus Bobii pada Minggu, 9 Juli 2017.
“Dalam laporannya, beliau menulis jumlah korban 30 bayi, tetapi setelah kami mendata ulang, ternyata jumlah korban adalah 50 anak bayi, termasuk dewasa, atas dasar data laporan wabah ini, saya siap menjelaskan beberapa hal,” ungkap P. Damianus Adii, Pr, Kamis, (20/7/2017).
Menurutnya, Dinas Kesehatan Kabupaten Deiyai, para dokter, perawat, dan mantri bergerak langsung ke lokasi kejadian. Pada Jumat, 14 Juli 2017 siang pukul 10 sampai 3 sore melakukan pengobatan massal. Pukul 4-5 sore mengadakan evaluasi di kantor Distrik Tigi Barat. Menurut medis gejala penyakitnya antara lain, ISPA, campak, diare, dan disentri.
“Tetapi, menurut pendataan kami kepada keluarga korban gejala tubuh pasien adalah panas tinggi, mencret (diare), mulut luka-luka, mata merah, dan tiba-tiba meninggal, waktu sakitnya satu hari sampai empat hari langsung meninggal dunia,” jelasnya.
Penyebab kematian, ungkap dia, dalam diskusi-diskusi terbatas di kalangan masyarakat, terungkap beberapa persepsi yang kiranya perlu diklarifikasi lebih lanjut, sebab pandangan medis dan masyarakat berbeda.
“Pemerintah Deiyai sudah bangun Pustu di beberapa kampung, tetapi pelayanan dari para medis dan Dinas Kesehatan tidak ada selama ini, kami hanya melihat gedung saja,tidak ada prasarana medis dan obat-obatan, hanya yang ada di kampung-kampung adalah rumah Pustu tanpa pelayanan medis,” katanya.
Rumah itu, lanjutnya, menjadi kandang dan kotoran kambing dan babi.
"Masyarakat dengan jelas mengatakan kejadian kematian adalah musibah yang luar biasa,” tuturnya.
Ia menilai Pemerintah Kabupaten Deiyai dan Pemprov Papua buta melihat musibah kejadian luar biasa ini. Padahal korban kematian masih berlanjut hingga Juli 2017. Karena ittu, masyarakat melihat kepala dinas, para dokter, perawat, kaget dan bergerak cepat setelah terjadi musibah, tanpa antisipasi sebelum kejadian.
Baca juga berikut ini:
- Komisi V DPR Papua Sebut RS Abepura Tidak Berubah
- Komisi V DPR Papua Ancam Pending Anggaran RS Abepura
Ia menuturkan, gereja menilai bahwa pemerintah setempat lamban mengatasi wabah kematian puluhan bayi di Deiyai. Karena itu, pemerintah Indonesia harus bertanggung jawab wabah luar biasa tersebut. Gereja menilai kasus tersebut adalah Kejadian Luar Biasa (KLB) karena kematiannya sudah lebih 10 anak bayi atau 50 anak bayi.
“Di mana Pemerintah Indonesia (Jakarta), di mana Pemerintah Provinsi Papua? Dan di mana Pemerintah Kabupaten Deiyai? Sebuah kebutaan Anda dalam menyelamatkan anak bayi ciptaan Allah ini,” ujarnya.
Pihaknya nyatakan, tidak mau adanya pembiaraan wabah kematian oleh Pemerintah Indonesia dan mesti ada penanganan kesehatan masyarakat di kampung-kampung di Tanah Papua. Pemerintah Provinsi Papua harus segera turunkan para medis di Tempat Kejadian Perkara (TKP).
“Pemerintah Indonesia harus bertanggungjawab atas wabah kematian 50 balita di Distrik Tigi Barat, Kabupaten Deiyai, di Tanah Papua dan masyarakat asli Papua menilai bahwa Pemerintah Indonesia sengaja melakukan pembiaraan kematian wabah kematian tanpa penanganan serius selama ini di Tanah Papua,” tandasnya.
Berikut nama, tanggal lahir, dan tanggal meninggal para balita dan dewasa yang didata gereja Katolik Dekenat Paniai:
- Yunias Pakage, lahir 25 Juni 2017 dan meninggal 2 Juli 2017
- Yanuarius Goo, 7 Januari 2016 dan meninggal 2 Juli 2017
- Yosias Goo, 20 Agustus 2015 dan meninggal 10 Juni 2017
- Yose Goo, 25 Januari 2017 dan meninggal 25 Juni 2017
- Agustina Pigome, 10 Desember 2015 dan meninggal 20 Juni 2017
- Martina Bobi, 1 Mei 2017 dan 10 Juni 2017
- Pince Ukago, 16 April 2016 dan 1 Juli 2017
- Yuliana Badi, 15 Mei 2014 dan 10 Juli 2017
- Yupinia Bad, 20 Desember 2015 dan 11 Juli 2017
- Marselina Badi, 10 Desember 2016 dan 26 Juni 2017
- Akupince Badi, 24 Juni 2016 dan 4 Juli 2017
- Mariana You, 12 November 2016 dan 8 Juli 2017
- Yuliana Badi, 12 Juli 2016 dan 16 Juni 2017
- Yupiana Badi, 21 September 2016 dan 10 Juli 2017
- Lina Goo, 10 April 2015 dan 20 Juni 2017
- Depian Badi, 15 Desember 2016 dan 7 Juni 2017
- Wenedega Bobi, 16 November 2016 dan 15 Juni 2017
- John Pekei, 23 Desember 2016 dan 20 Juni 2017
- Dominikus Pigome, 19 Desember 2016 dan 7 Juli 2017
- Melince Pigome, 10 Mei 2017 dan 24 Juni 2017
- Maria Giyai, 10 Januari 2017 dan 30 Juni 2017
- Otopina Giyai, 15 November 2016 dan 10 Juli 2017
- Meliana Goumau Goo, 17 Oktober 2016 dan 7 Juli 2017
- 24. Antasia Pigome, 19 Oktober 2016 dan 11 Juni 2017
- Titus Badi, 19 Agustus 1960 dan 19 Juni 2017
- Yohanes Pigome, 21 Oktober 2016 dan 8 Mei 2017
- Sela Badi, 19 April 2017 dan 10 Juli 2017
- Badiwene Badi, 5 Mei 2017 dan 9 Juli 2017
- Pekeimaga Pekei, 17 Mei 2016 dan 9 Juli 2017
- Yulita Agapa, 16 Mei 2015 dan 17 Mei 2017
- Selina Bobi, 7 Mei 2015 dan 21 Juni 2017
- Nofita Douw, 16 Januari 2017 dan 11 Mei 2017
- Mariance Bobi, 17 Juli 2015 dan 25 Juni 2017
- Jonas Bobi, 10 Februari 2016 dan 30 Mei 2017
- Yohan Very Pekei, 2 Oktober 2015 dan 4 Juli 2017
- Amakatedou Bobi, 12 November 2015 dan 29 Mei 2017
- Periska Agapa, 6 April 2015 dan 25 Juni 2017
- Theodorus Badii 20 Desember 2016 dan 13 Mei 2017
- Mabi Pigome, 2 Mei 2017 dan 1 Juli 2017
- Yonas Pigome, 4 Maret 2014 dan 2 Juni 2017
- Yulmina Pigai, 2 Maret 2016 dan 3 Juni 2017
- Yulita Pigome, 1 April 2016 dan 7 Mei 2017
- Melianus Pigome, 14 Agustus 2002 dan 8 juni 2017
- Elisabet Pigome, 20 thn dan 8 Juli 2017
- Pigomeumau Pigome ½ thn dan 10 Juni 2017
- Titus Badi, 20 thn
- Agustinus Goo, 20 thn dan 2 Juli 2017
- Yupri Ukago meninggal 1 Juli 2017
- Monika Douw, 20 Agustus 1988 dan 3 Juni 2017
- Yakoba Pekei, April 1980 dan 24 Juni 2017.
Copyright ©Tabloid JUBI "sumber"
Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com