Cookie [false/7]

Situs web kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda.

Formulir Kontak

Dark mode Logo

Dark mode Logo

Default Image

timeago

Related Posts

×
Artikel

Divisi-Divisi Ras Melayu

Gambar: Ras Melayu dalam peta. (credit:wikimedia.org)

No. 1 PAPUA Merdeka News
|
Portal 

Oleh: Ibrahim Peyon, Ph.D

1. Pengantar

Divisi Melayu adalah ras dominan di Semenanjung Asia, dan para antropolog berpendapat bahwa secara historis ras Melayu ditempati tiga pulau utama: Sumatra, Jawa dan Sulawesi, dan pulau-pulau di sekitarnya. Dari tiga pulau utama tersebut tersebar dan ekspansi di pulau-pulau lain, dan puncak ekspansi terjadi pada masa kejayaan Sriwijaya dan Majapahit untuk memperluas kekuasaan kedua kerajaan kuno tersebut. Di masa modern, ras Melayu didiami lima negara modern, yakni: Thailand, Melasya, Singapur, Indonesia, dan Brunei. Dalam tulisan ini dibahas divisi-divisi Melayu dan eskpansi mereka melingkupi Asia-Pasifik masa kini.

2. Melayu

Ras divisi Melayu itu tersebar di negara-negara modern kini disebut Indonesia, Malaysia, Singapur, Brunei dan Filipina. Ras Melayu sendiri adalah cabang dari Asiatic, orang Melayu berbatasan dengan Indo-Cina di utara dan barat, Dravidian dan Negritos Andama di barat, Polinesia dan Melanesia bagian timur dan ras Aborigin-Australia di selatan. Ras Melayu menempati kepulauan yang luas dan paling jauh adalah Formosa di utara, dan pulau-pulau yang dekat dengan Jepang, dan Madacarkar paling ujung, selatan Afrika. Studi-studi klasik mengelompokkan divisi Melayu terbagi ke dalam lima kelompok yakni: 1). Melayu di semenanjung Asia yang tersebar di Malaysia, Sumatra, Jawa, Sunda hingga Bali. 2). Melayu Oceanik yang terdiri atas Lombok, Sulawesi, Kalimantan, kepulauan Maluku dan Timor. 3). Eastern Melayu, meliputi Filipina, dan pulau lain di sekitarnya. 4). Polinesia yang meliputi Polinesia modern dan Migronesia modern. 5). Madagascar yang diujung selatang Afrika (lihat Pischel. 1888; Prichard, 1837; Latham, 1850; Haberlandt, 1920).

Studi-studi klasik etnologi tentang ras umat manusia di wilayah ini masih banyak kurang cermat dan sering tidak jelas. Misalnya Frederick Muller, yang klasifikasi ras Melayu atau Melayu Asiatic ke dalam tuju divisi yaitu: 1). Penduduk Filipinan disebut Tagals dan Bisaya. 2). Malaya yang mendiami di semenanjung Malaka, Sumatra. Aceh, Pasuma, Rejang, dan Lampung. 3). Orang Sunda di bagian barat. 4). Orang Jawa di bagian timur yang bagian dari Jawa. 5). Orang Batta di Sumatra. 6). Orang Dayak di Bornoe. 7). Orang Makasar dan Bugis di pulau Celebesa atau Sulawesi. 8). Ras-ras yang termasuk di Formaso, Ceiyon, dan Madagaskas (Pitschel, 1888: 359). Pendapat Muller ini terlihat kurang cermat khususnya pembagian orang-orang di Sumatra dan Jawa. Studi-studi etnolog selanjutnya diklasifikasikan orang-orang Mikronesia dan Polinesia adalah kelompok hibritas, mereka telah intermediasi dengan ras-ras unsur kuning dan hitam di Pasifik.

Wallace mengatakan Melayu adalah niscaya, ada dua ras yang paling penting, satu kelompok telah mengalami peradaban, banyak mengalami kontak dengan Eropa dan dengan sendirinya dalam sejarah peradaban. Apa yang disebut ras-ras Melayu sebenarnya dihargai dari yang lainnya, karena elemen Melayu dalam bahasanya, hal lain yang dipertimbangkan adalah keseragaman karakter fisik dan mental, dan perbedaan yang paling besar ialah peradaban dan bahasa. Wallace kelompokkan ras Melayu ke dalam empat kelompok besar, dan beberapa suku semi peradaban dan sebagian dari mereka adalah masih ras biadab (savages). Melayu proper adalah penduduk di Semenanjung Malaysia, dan hampir semua pantai di wilayah Borneo, dan Sumatra. Mereka semua penutur bahasa Melayu, atau dialek Melayu, mereka menulis dalam karakter Arab dan menganut agama Mohametan (islam): Orang Jawa di pulau Jawa, sebagian dari Sumatra, Madura, Bali, dan sebagian di Lombok. Mereka penutur bahasa Jawa dan Kawi, menulis dalam karakter asli (native). Mereka menganut Muhametan di Jawa, Brahmins di Bali, dan Lombok. Bugis dan Makasar adalah populasi terbesar di sebagian Celebes, dan mereka telah menjadi aliansi dengan Sumbawa, dan penutur bahasa Bugis dan Makasar, dengan dialek dan dua karakter asli yang berbeda ketika mereka menulisnya. Mereka adalah penganut agama Muhametan atau islam. Ras besar Melayu keempat adalah Tagalas di pulau Filipina, dan banyak dari mereka menganut Kristen, dan penutur bahasa Tagalas dan Spanis. Kelompok Maluku-Melayu populasi central di Ternate, Tidore, Batchian, dan Amboyna, mereka terbagi dalam lima divisi dari ras Melayu semi beradab (semi-civilized). Mereka penganut Muhametan, dan bahasa mereka bervariasi. Bila dipandingkan kesamaan bahasa dengan orang Bugis dan bahasa Jawa ditemukan kesamaannya dengan bahasa-bahasa dari suku-suku semi beradab di Maluku. Penduduk biadab Melayu lain adalah orang Dayak di Borneo; orang Batak dan suku-suku lain di Sumatra; orang Jakun di Semenanjung Malaysia; penduduk asli di bagian utara Celebes, pulau Sula dan sebagian di Bouru (Wallace, 1890: 446-447).

Charles Robequain mengelompokkan divisi Melayu mendiami tujuh wilayah: Malaya, Sumatra, Jawa, Borneo (Kalimantan), Celebes (Sulawesi), Indonesia timur dan Filipina (Robequain 1964: 118). Akan tetapi, studi-studi anthropologi terbaru batasi bahwa secara historis dunia Melayu sekarang terlibat ke dalam lima negara modern: Thailand, Malaysia (Penisula dan Borneo), Singapura, Indonesia, dan Brunei, minus Filipinan (Chou and Benjamin, 2002: 54).

Studi-studi etnologi klasifikasi ras Melayu ke dalam dua kelompok besar berdasarkan tahapan migrasi mereka dari Asia yaitu: Proto-Melayu, dan Deutero Melayu. Proto Melayu dianggap sebagai migran pertama, mereka menggeser ras hitam sebagai penduduk asli di kawasan ini. Proto-Melayu mencakup banyak orang pedalaman di pulau-pulau besar Indonesia dan Filipina dan tentu saja beberapa orang di wilayah Indonesia bagian timur seperti Maluku, Flores dan Timor. Sementara Deutero-Melayu adalah populasi yang mendiami daerah yang lebih mudah dijangkau, hanya memiliki lebih banyak kontak dengan dunia Mongoloid Asia (Bellwood, 2007: 75). Masing-masing divisi tersebut akan digambarkan dalam pembahasan selanjutnya.

3. Melayu di Semenanjung Malaysia

Populasi di Semenanjung Malaysia terdiri dari penduduk Melayu dan migran asal Cina. Menurut Robequain, Melayu di semenanjung Malaya bukan penduduk asli melainkan migran orang Minangkabau dari Sumatra yang dipindahkan ke Malaya. Pada abad tujuh dan delapan, kerajaan Sriwijaya bangun pemukiman di pesisir Semenanjung, dalam rangka itu orang Minangkabau dipindahkan ke Malaya (Robequain, 1964: 118). Orang asli di Semenanjung Malaysia adalah orang Semang yang ras Negritos, orang Sakai ras Dravidian dan orang Jakun Melayu asli (Walter and Charles, 1906: 21). Ketika menjelayahi lebih jauh asal-usul orang Semang dan Senoi di Semenanjung itu, orang Melayu tidak penetrasi lebih jauh ke daratan dengan tiga kelompok penduduk asli tersebut, prinsipnya orang Melayu yang migran Sumatra itu tempati wilayah pesisir yang dekat dengan aliran sungai. Mereka masih bertahan dengan kondisi itu hingga abad ke tiga belas setelah muslim enthuisme dari luar dan menerima agama-agama India. Sampai dengan masa kolonial Inggris, sejarah orang Melayu asli di daerah itu masih tertutup sebagai “Native” mereka berbeda jauh dengan penduduk asli, variasi asal-usul mereka, dan pemukiman mereka di semenanjung Malaya masih sangat baru. Aristorasi Melayu didukung beberapa ratus tahun, tetapi aktivitas mereka eksis, di mana orang Bugis dari Makasar, imigran dari Kalimantan, sebagian Indonesia timur lain, migran dari Jawa dan Sumatra melintasi teluk itu. Orang-orang Melayu dari berbagai wilayah itu masuk menyerbu semenanjung itu dan mendudukinya, karena menurut mereka Malaya sebagai tanah kosong dengan julukan: “Malaya is no man`s land by population” seperti disebutkan oleh komentator pada sensus tahun 1931, dan orang Melayu sebagai orang asing paling terakhir dari semua orang asli lain di Malaya (Robequain, 1964: 119).

Logan, dalam literatur klasiknya “the ethnology of eastern Asia” mengatakan ras Melayu adalah sangat bervariasi, tetapi hal itu biasanya telah intermediasi diantara orang Siam dan Burma, kedua ras itu umumnya dalam menentukan keberanian. Umumnya ekspresi Indonesia dan Polinesia, lambat dan lemah (Logan, 1809: 12). Tiga divisi kategori orang asli, “Negrito”, “Senoi”, dan “Proto-Malay”di Tailand Selatan dan Semenanjung Malaya telah intermediasi dalam dua hal, ciri fisik dan linguistik. Intermediasi ciri fisik melalui asimilasi perkawinan diantara etnik-etnik yang berbeda, sementara intermediasi linguistik adalah kontak komunikasi diantara para penutur bahasa yang berbeda.

Intermediasi afiliasi linguistik itu digambarkan oleh Geoffrey Benjamin dan Cynthia Chou, tentang penutur Mon-Khmer dan Austronesian diantara ras Negritos, Senoi, dan Proto-Melayu. Ketiga divisi itu terbagi dalam Sembilan belas suku. Bahasa Mon-Khmer dibagi dalam tiga kelompok yaitu: (1). Aslian utara, dengan penuturnya tujuh suku: Maniq, Kensiu, Kentaq, Jahai, Mendriq, Batek, dan Chewong. (2). Central Aslian, penuturnya terdiri dari empat suku: Lenoh, ialah gabungan dari dua suku Semnams and Sabüms; Temiar, Semai, dan Jah Hut. (3). Aslian Selatan, terbagi menjadi tiga suku: Semaq Beri, Semelai, dan Besisi. Sementara itu, penutur bahasa Austronesia dibagi menjadi lima suku: Temuan, Jakun, Orang Kanaq, Orang Seletar, dan Duano, (Benjamin dan Chou, 2002: 22).

Divisi Negritos yang lebih lanjut akan dibahas di bawah, adalah yang masih disebut 'Semang' ('budak utang') di negara bagian Perak, Kedah dan Pahang-dan 'Pangan' (orang hutan') di negara bagian Kelantan dan Terengganu. Populasi mereka yang paling sedikit. Sebagian dari mereka masih tinggal di wilayah Thailand, di wilayah pegunungan yang memisahkan Thailand dengan Malaysia. Divisi Senoi masih disebut nama Sakai, dan divisi ini hanya ditemukan di Malaysia. Mereka merupakan kelompok Orang Asli setelah Negritos yang paling banyak jumlahnya. Mereka selalu memelihara hubungan dengan Negritos, dan berbicara dialek bahasa dari rumpun linguistik Austro Asiatic yang sama. Kelompok ketiga, yaitu Malayu Asli atau Proto-Malayu, mereka tinggal di bagian selatan Semenanjung, negara bagian Pahang, Lohor, Negeri Sembilan dan Melaka. Mereka berbicara dengan dialek yang termasuk dalam kelompok bahasa Melayu-Polinesia (Hergoualc'h, 2002: 27). Etnolinguistik yang digunakan tiga kelompok itu dipengaruhi banyak kata Melayu karena hubungan mereka telah terbangun sejak lama dan masih mempertahankan relasi mereka secara ekonomi, politik, dan sosial budaya diantara mereka.

4. Divisi Sumatra

Divisi Sumatra; terdiri atas berbagai kelompok etnik seperti Aceh di ujung barat Sumatra, etnik Batak di sekitar danau Toba, Minangkabau, Tabanuli, Padang dan Pengkulu di pantai selatan Kalimantan, Palembang dan Lampung bagian timur dan pulau-pulau lain di sekitarnya. Dalam studi etnografi klasik menjelaskan, sejak abad tujuh belas dan delapan belas tiga kelompok etnik: Aceh, Batak dan Minangkabau telah jauh berkembang dan mendominasi ekonomi, sosial, dan politik di Sumatra. Mereka telah menerima budaya luar dan penetrasi dengan orang luar seperti Cina, India, Arab dan Eropa, melalui pengaruh Hindu, Islam dan Kristen dalam tiga etnis itu. Kehadiran migran asing dimulai sejak kerajaan Sriwijaya dan pengaruh selat Malaka sebagai jalur transportasi utama di masa itu.

Benjamin dan Chou identifikasi divisi Sumatra ke dalam sejumlah etnik groups dari lima provinsi di Sumatra yakni: Provinsi Riau teridentifikasi menjadi delapan etnis, Orang Laut, Talang Mamak, Bonai, Hutan, Akit, Sakai, Kuala/Laut, dan Bertam. Provinsi Jambi terbagi ke dalam lima etnik groups: Anak Dalam (Kubu), Masyarakat Talang, Masyarakat Terasing, Bajau/Suku Laut, dan Talang Mamak. Ethnik group dari provinsi Sumatera Selatan adalah Anak Dalam (Kubu), Laut, dan Ameng Sawang. Provinsi Sumatra utara teridentifikasi Nias, dan provinsi Bengkulu terdiri dari tiga etnik: Serawai, Rejang, dan Kaarubi, Kaano (Benjamin dan Chou, 2002: 23).

5. Divisi Jawa

Divisi Jawa; terdiri atas etnik Sunda, Jawa, dan Madura. Orang Sunda ditempati pulau Sunda besar dan Sunda kecil di bagian barat pulau Jawa, etnik Jawa di central pulau Jawa, dan etnik Madura di bagian timur. Etnik-etnik ini telah memperoleh pengaruh peradaban historis dari budaya Brahmanistik and Buddhistik dari India (Keane, 1887: 152, dan Haberlandt, 1920: 116). Jawa adalah populasi Melayu paling besar dan setelah Indonesia modern dibentuk, pemerintah Indonesia mobilisasi populasi orang Jawa ke berbagai pulau di Indonesia, etnik ini berhasil taklukan bangsa-bangsa lain kepulauan Nusantara ini termasuk West Papua atas nama nasionalisme Indonesia, mereka menduduki dan menjajah suku-suku di luar mereka itu, serta dominasi berbagai sektor: ekonomi, politik, dan birokrasi, dan rampas tanah-tanah adat. Kekuasaan di Indonesia dikendalikan etnik Jawa, dibantu etnik lain seperti keturunan Cina dan Arab, divisi Sumatra semisal Batak, dan Padang, divisi Sulawesi yakni Makasar, Bugis, Toraja dan Minahasan. Di mana distribusi kekuasaan terakumulasi pada suku-suku itu. Kekuasaan dan tipe kepemimpin yang ingin menguasai bangsa lain dan tribusi kekuasaan terakumulasi dalam kepemiminan Jawa, Sumatra dan Sulawesi ini dikendalikan oleh watak khas suku-suku itu. Karakter dan watak khas orang Melayu di Indonesia itu telah ditulis oleh para intelektual Indonesia sendiri, seperti Koentjaraningrat (1993); Moctar Lubis (2008), Endraswara (1988, 2007, dan 2013), Sri Rahayu Prihatmi, et. al. (2003). Studi-studi mengungkapkan karakter dan watak khas orang Jawa dapat mengendalikan dan mempengaruhi kehidupan manusia dalam berbagai hal.

Suwardi Endraswara (2007) mengambarkan karakter dan watak orang Jawa. sebagai berikut: 1). Drengki-srei, jail methakil. drengki-sre watak tak senang jika orang lain mendapatkan kenikmatan sebaliknya amat bahagia orang lain celaka. Jail watak orang Jawa gemar perbuat tak baik kepada orang lain. Methakil niat untuk mencelakakan orang lain karena ingin menang sendiri. Watak Jail methakil itu terkombinasi dengan watak mbuntut arit dan nyumur gumuling, maka orang Jawa berwatak kaya kata-kata manis, kaya pura-pura, dan pandai bersilat lidah dan ingin hebat di dunia. Watak ini menyebabkan perilaku yang meremehkan pihak lain, mengecilkan kemampuan orang lain, dan tak mau mengakui sedikitpun terhadap keberadaan orang lain. 2). Merkengkong, sekhuton dan ngelendeng. Merkengkong berarti berwatak merasa risi, tak mau, rowel dan sulit dipegang hatinya. Karena biasanya mereka selalu menyulitkan pihak lain. Hati dan pikirannya kebal, bermuka tebal (rai gedheg), dan selalu tak tahu malu. Yang penting bagi mereka benar sendiri. Lalu diri mereka itu sering njangon gori artinya tak mau menghiraukan suara orang lain. Nuraninya telah tertutup dan terpatri oleh nafsu ingin berkuasa, ingin menang, dan ingin menolak kesalahan. Akhirnya hanya keselamatan dan keuntungan dirinya yang dibesar-besarkan. 3). Kikrik, watak orang Jawa yang super sulit. Orang Jawa yang berwatak kikrik sulit dikendalikan pihak lain. Apa saja sering dianggap kurang tepat, sehingga pihak lain dianggap salah terus menerus. Watak ini bisa muncul dalam budaya Jawa yang tersubordinasi. Watak kikrik selalu diliputi merasa dirinya lebih. 4). Ngarasani. Budaya ini lahir atas dorongan budaya semu, tidak suka menyatakan sesuatu secara terbuka. Segala sesuatu dibungkus dengan rasa, membicarakan orang lain secara sembunyi-sembunyi. 5). Trocoh. Trocoh berhubungan dengan kata-kata yang amat jelek dan menjatuhkan martabat pihak lain. 6). Lemer, geleman dan dhemenan. Watak lemer, kebiasaan wanita Jawa gemar ikut laki-laki berganti-ganti pasangan. Watak geleman, mau diajak laki-laki siapa saja, tanpa pandang bulu. Dhemenan berarti berbuat selingkuh dengan laki-laki dari keluarga lain secara sembunyi-sembunyi. 7). Nylekuthis, adalah watak yang bergaya dengan segenap stelannya tetapi sebenarnya adalah sampah masyarakat. 8). berwatak damai, prinsip ini dianut dalam mencapai kedamian ada konsep rukun yakni kondisi di mana keseimbangan sosial tercapai. (9) berwatak toleran, toleransi adalah sikap lapang dada atau savoir vivre istilah Anderson. Toleransi menjadi pokok sikap mental orang Jawa.

Diantara sembilan item watak dasar orang Jawa digambarkan Endraswara itu, tujuh item menunjukkan watak khas orang Jawa yang berorientasi kepada perilaku dan tindakan yang mengarahkan manusia kepada hal-hal negatif. Sikap dan tindakan manusia mengutamakan diri sendiri, menguasai pihak lain dan mengambil keuntungan dengan cara mencelakan pihak lain. Sikap dan tindakan yang menunjukkkan retorika tidak bermakna, ingin berbohong pihak lain dan retorika yang tidak disertai dengan realita. Sementara dua watak terakhir menunjukan orang Jawa berorientasi kepada damai dan toleransi. Tetapi dua waktak positif ini tidak didukung oleh konsep keadilan yang sebagaimana tercantum dalam Pancasila, karena kedamaian itu terbentuk terpenuhi keadilan, dan orang saling bertoleransi telah tercipta unsur harmoni dan keseimbangan dengan pihak lain. Fakta sistem kepemimpinan Indonesia unsur-unsur itu tidak terpenuhi secara nyata, karena distribusi kekuasaan terakumulasi pada etnik-etnik tertentu saja. Ini logis, karena watak khas orang Jawa di atas lebih banyak negatif yang dapat mempengaruhi sikap dan tindakan dalam mengelola negara ini.

Watak dasar orang Jawa ini bersifat genetis, sesuatu yang ada dalam diri manusia sejak lahir. Konsep budaya Jawa adalah budaya kebatinan. Dalam batin manusia Jawa tersarang jiwa yang mengendalikan keseluruhan sistem kehidupan. Konsep dalam hidup manusia itu dinai jagat cilik, dan unsur terkecil dari jagat cilik adalah watak, dan bagi orang Jawa watak itu bersifat generis maka tidak bisa diubah sampai mereka mati. Berkaitan dengan dasar watak, sifat dan perilaku manusia itu digambarkan dengan ungkapkan: “bibit, bebet, bobot“, bibit itu watak diturunkan secara gereris, bebet itu sifat, dan bobot itu perilaku (Prihatmi, et. al. 2003: 71).

6. Divisi Indonesia Timur

Divisi Indonesia timur; terbagi ke dalam beberapa kelompok Bali, Lombok, Flores, Timor, Halmahera, kepulauan Maluku, Kei, Tanimbar dan kepulauan Aruh. Populasi di kepulauan Maluku, Halmahera, Kei, Aru, Flores, dan Timor dikelompokkan sebagai ras campuran antara Melayu, Polinesia dan Melanesia. Berbagai penelitian etnologi telah identifikasi bahwa penduduk di Kawasan itu dikelompokkan sebagai ras Austro-Malayan, atau Alforo. Konsep Austro-Melayan menunjuk ras Austronesia dan Melayu, dimana mereka adalah produk campuran kedua ras itu. Berbagai studi anthropologi, linguistik, genetik menunjukkan mereka adalah ras campuran antara Melayu, Austronesia, Melanesia dan sedikit darah Aborigin-Australia (Blust, 1993, 1999; Crawfurd, 1820, 1848; Douglas, 2008; Murray, 2008; dan Richards, et. al. 1998). Untuk divisi kepulauan Maluku dan Timor group lebih lanjut dibahas terpisah di bagian lain.

7. Divisi Celebes

Divisi Celebes; Celebes atau Sulawesi terletak diantara Benua Sahul dan Benua Sunda, di mana kawasan telah ditemukan spesies hewan dan tumbuhan yang mencirikan kedua kawasan itu. Alfred R. Wallace mengatakan posisi Celebes menjadi central di kepulauan itu, karena semua sisi terkoneksi, di bagian utara adalah Filipinan; sebelag barat Borneo; di sebelah timur kepulauan Maluku; dan di sebelah selatan adalah Timor Group; pada semua sisi terkoneksi melalui satelit, atau melakukan penelitian lapangen di kepulauan itu dengan menggunakan peta (Wallace, 1890: 207). Posisi central di kepulauan ini merepresentasikan di pulau ini telah ditemukan berbagai spesies hewan dari seluruh dunia di kawasan ini. Karena posisi central itulah, laut Sulawesi menjadi demergasi antara Asia dan Pasifik yang ditetapkan oleh Wallace. Batas demergasi itulah disebut “Line Wallace” yang memisahkan Pasifik dan Asia. Di pulau ini menempati ras divisi Melayu Celebes yang terbagi ke dalam etnik group bervariasi. Makasar dan Bugis di bagian selatan, Buton di Tenggara, Toraja di bagian tengah dan Minahasan paling utara. Etnik group seperti Makasar, Bugis, Buton dan Toraja memiliki sifat enspansif tinggi, mereka ekspansi keluar dari tanah mereka dan menguasai ekonomi dan perdagangan di berbagai daerah di Indonesia. Di Papua tiga kelompok ini menguasai dan monopologi perdagangan di berbagai kota di seluruh Papua. Demikian Toraja banyak keluar dari wilayah mereka dan menguasai hampir seluruh sektor penting di Papua. Toraja adalah salah satu populasi migran paling banyak di Papua, mereka menguasai ekonomi, pemerintahan, dan birokrasi di Papua dengan cara yang tidak terpuji dan paling buruk. Satu orang Toraja menduduki jabatan tertentu, ia bawa para pengangguran dari daerah asal dan menempatkan mereka berbagai jabatan dalam Lembaga itu dan Lembaga terkait lain, ia menempatkan semua orang Toraja mulai dari sopir, clining servis, tenaga honorer, hingga berbagai jabatan strategis. Kondisi ini, dimana-mana orang Papua mulai menentang orang Taraja dan makin tidak menyukai mereka. Di Kabupaten Tolikara, Jhon Tabo seorang keturunan Taraja menjabat sebagai Bupati, ia menempatkan sebagian besar jabatan penting orang Toraja, maka nama Tolikara yang artinya lembah Toli dan Karubaga, dua lembah di Kabupaten itu, telah dijuluki sebagai Toraja Lingkar Karubaga (Tolikara). Penolakan yang sama telah muncul juga di Timuka tahun 2020, di mana semua sector bisnis, ekonomi, birikrasi pemerintahan dan politik telah diambil alih majoritas orang Taraja. Maka orang-orang asli Papua menentang sistem monopoli yang kotor orang Toraja tersebut.

Baca juga:
Studi arkeologi terbaru menjelaskan leluhur orang Sulawesi telah menduduki daratan Pulau itu pada periode Holocene antara 10.000 dan 4500 BP, tetapi mengikuti periode ini masih dinamis. Akan tetapi interval manusia mencapai daratan Sulawesi itu periode yang tidak terlalu lama, manusia mencapai pulau itu interval 4500-4000 tahun yang lalu (Bulbeck, et. al. 2018: 105). Berdasarkan penemuan zooarkeologi di Gua Mo’o hoondi Sulawesi Selatan menunjukkan pada periode 3500 tahun lalu manusia hidup berburu dengan beberapa jenis hewan liar, dan benda arkeologi di Gua Mo’o honomenemukan manusia konsumsi babirusa, babi dan anjing. Makanan sejenis juga telah diidentifikasi di Sulawesi barat, dan beberapa wilayah lain.

Pig and dog have both been identified in West Sulawesi along the Karama River at sites such as Minanga Sipakko and Kamassi, where communities established open-air settlements by c. 3500 cal BP. These settlements also differ from Gua Mo’o hono in that they are often considered to represent colonisation of the island by Malayo-Polynesian-speaking populations and exhibit a variety of associated material culture such as red-slipped pottery, ground-stone technology and stone beads (Anggraeni, et. al. 2014, in Bulbeck, et. al. 2018).

Dengan demikian babirusa, babi dan anjing adalah makanan para leluhur orang Sulawesi Selatan dan Sulawesi barat, budaya itu masih bertahan populasi yang menganut agama Kristen seperti orang Toraja, Minahasan dan penduduk di pulau-pulau sekitar seperti orang Sangir, dan Talaut. Penduduk Sulawesi seperti Makasar, Bugis dan Buton kebiasaan konsumsi daging babi itu ditinggalkan setelah mereka menganut agama Muhametan sebagai makanan haram. Karena pada abad ke-14 orang Makasar secara pasti telah menerima pengaruh Indo-Jawa dari Kerajaan Majapahit, dan dalam waktu singkat telah menerima agama islam (Robequain 1964: 233). Penduduk asli di barat daya Sulawesi mengenal berburu-meramu setelah periode Holocene. Argumen yang sama juga terhadap orang Luzon, di Filipina yang mana mereka baru saja menempati populasi yang digambarkan oleh variasi item materi budaya, dan banyak kemiripan yang direkam di lembah Karama, sungai Kagayang (Peterson, 1974, Hung, et. al. 2011 in Bulbeck, et. al. 2018).

8. Divisi Borneo

Divisi Borneo dibagi ke dalam variasi etnik group dan etnik-etnik itu tersebar di dalam tiga negara: Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Di pulau ini dihuni dua kelompok besar: Dayak, dan Melayu. Tanah Borneo sering dijuluki sebagai “Borne is the home of the Dyak”, di masa lalu semua etnik yang belum mencapai peradaban dikategori sebagai orang Dayak di pulau ini. Namun realita tidak demikian, orang di pulau ini tidak homogenitas asal-usul dan mode hidup. Anthropolog membedakan tipe dominan dari roman mukanya adalah seorang Mongoloid brachycephalic, dan termasuk tipe ini adalah orang Kenyas, Kayan, Bahan, dan Iban, dan lainnya terdiri dari bentuk kepala dolichocephalic adalah orang Klementan, populasi besar di bagian Sarawak, di lembah Kapuas dan bagian utara dari Kutai. Populasi dominan adalah orang Dayak, yang menempati di barat laut dan barat daya yakni orang Dayak Iban dan Dayak Klementan yang telah mengalami proses intermediasi dengan migran yang datang dari Indo-Cina dan Filipina (Robequain, 1964: 220). Di Wilayah yang menjadi bagian Indonesia, banyak migran Jawa, Cina, Sumatra dan Makasar ke sana melalui transmigrasi, dan migran spontan untuk berbagai tujuan. Orang asli Dayak telah banyak mengalami intermediasi melalui assimilasi perkawinan. Tanah-tanah milik penduduk asli Borneo diambil alih oleh pemerintah dan kelompok migran untuk berbagai kepenting seperti perkebunan kelapa sawit, pembangunan insfrastruktur pemerintah dan investasi asing.

Tanah adat orang Dayak di Borneo Malaysia juga sama, pemerintah Malaysia rampas tanah dengan menerapkan “konsep baru” dan “code tanah”, untuk proteksi kapitalis dan non-Dayak. Dengan cara tanah-tanah masyarakat pribumi diregistrasi dengan tujuan untuk membatasi hak orang asli, melindungi non-Dayak dan lebih mudah untuk control tanah-tanah adat dari masyarakat pribumi Dayak (Cooke, 2006). Etnolog Eropa kategori orang Dayak sebagai savages, di mana dalam perjalanan mereka ke lembah Kapuas atas, Mahakam atas dan tengah yang terletak di garis lurus seribu kaki dan bertemu dengan orang Dayak. Mereka lihat bentuk kehidupan yang bersih, sehat, dan hidup dalam rumah komunal. Di Mandangas tanah di bagian belakang Brunei adalah mata cemerlang, lebih mudah bergerak, pendayung luar biasa, bekerja di hutan tidak dapat dipandingkan. Dengan pemandangan itu telah tiba bentuk kehidupan orang Dayak yang sebenarnya (Robequain, 1964: 221). Dimana populasi biasanya hidup bersama secara kelompok dan membangun rumah yang berdampingan, dan Panjang rumah disesuaikan dengan jumlah keluarga yang tinggal bersama dalam rumah tersebut. Sebelum peradaban modern mencapai Borneo tanah dan laut semuanya adalah dimiliki oleh orang Dayak sendiri yakni: “Sae-Dyaks and Land-Dyaks”; tetapi pembangunan diambil alih oleh orang Indian Timur atau Melayu, semuanya dibangun untuk kepemilikan dan kepentingan bersama. Robequain mencatat tahun 1350 pulau itu berada dibawah pengaruh Indo-Jawa dari kerajaan Majapahit. Pendudukan Melayu telah dibangun di sepanjang distrik-distrik pesisir pantai dan khususnya di lembah-lembah rendah Kapuas dan Kutai, dan sepanjang pantai selatan. Migran Melayu itu interaksi dengan orang Dayak menjadi penganut muslim. Di Banjarese telah terjadi bercampuran antara elemen Arab, Melayu dari Johore, Jawa, dan Bugis dari Sulawesi.

Hampir sama dengan di Semenanjung Malaysia, populasi Melayu di semenanjung itu adalah migran dari Sumatra, Jawa dan Sulawesi yang mendirikan pemukiman para migran itu dalam rangka memperluas kekuasaan Sriwijaya pada abad ke tiga belas; dalam periode yang sama tahun 1350 kerajaan Majapahit di Jawa juga memperluas pengaruhnya hingga ke Borneo dan mengirimkan migran Melayu dari Jawa, dan Bugis untuk mendirikan pemukiman mereka di sepanjang pesisir pulau Borneo. Dengan demikian, populasi Melayu di Semenanjung Malaysia dan di Borneo adalah migran Sumatra, Jawa dan Sulawesi. Peristiwa pendudukan tersebut telah mengulang kembali dengan migrasi dan pendudukan illegal bangsa Melayu di West Papua sejak 1 Mei 1963 hingga kini, untuk menduduki dan menjajah bangsa West Papua ini.

9. Divisi Filipina

Divisi Filipina; kepulauan Filipina adalah sebuah group lebih dari empat ratus pulau, ditambah dengan enam ratus pulau kecil yang terpisah satu dengan lain. Kemungkinan pulau-pulau di dunia lebih dari itu. Total luas tanah adalah 115.000 kuatrad mil, jika dipandingkan sama dengan luas Arizona, atau kurang lebih sama dengan Inggris Raya dan Ireland. Pulau yang paling besar adalah Luzon di utara, berikutnya Mindanao di selatan. Secara geografis dua pulau ini menjadi pusat di kepulauan ini. Diantara garis kedua pulau itu, di central adalah Bisayan group yang terdiri atas banyak pulau kecil yang tujuh diantaranya ukuran medium: Panay, Negros, Cebu, Pohol, Leyte, Samar, dan Masbate. Pulau kecil Babuyanes dan Batanes berada digaris yang hubungan langsung dengan Formosa. Paling jauh Batanes, Formosa kelihat bila suaca cerah, dan ini pulau yang besar dihadapan pantai Cina. Luzon, Samar dan Leyto membentuk tahap ke laut selatan dari Mindanao. Di sinilah dibawa kepada permukaan samudra Pasifik dan memandang keindahan bunga dari pulau-pulau dihadapan Halmahera. Lain paralel dengan itu adalah Mindanao melalui pulau Sangir ke sayap utara pulau besar Celebes. Pulau-pulau lebih yang lebihnya di bagian barat melalui pulau Luzon. Melalui pulau Negro dan Mindanao mengantar ke kepulauan Sulu, paling besar adalah Basilan, Sulu, Jolo dan Tawi-Tawi. Kepulauan Sulu berada di barat daya, dan sangat dekat dengan barat laut pulau besar Borneo (Kroeber, 1928: 21-22).

Di kepulauan ini telah menempati dua ras umat manusia yang berbeda satu dari lain. Para antropolog secara fisik identifikasi dengan tipe fisik warna kulit coklat gelap, dan rambut kerinting adalah tipe asli yang telah lama menghuni daerah kepulauan India timur termasuk Filipinan. Mereka adalah Negrito, Vedda, dan Papua, mereka frekuensi paling banyak di sebelah timur; Proto Melayu atau Indonesia, adalah salah satu tipe yang lebih maju dengan relatif lebih kompleks terang roman muka, dan terakhir tipe Malay dengan hitam kompleks dan jelas roman mukanya mongoloid. Kelas-kelas dan tipe-tipe itu adalah hanya dapat didefinisikan dengan jelas bahwa tiap tingkat adalah campuran dan transisi. Hal sangat sulit untuk membuktikan fakta-fakta proto-Melayu dari Melayu, dan sangat sulit juga untuk membuktikan fakta-fakta antara orang pedalaman dan orang di daerah pantai (Robequain, 1964: 272). Buku-buku referensi lama mengambarkan, tipe ras hutam atau Negritos sebagai ras asli. Tipe Proto-Melayu atau Indonesia adalah tipe yang sama dengan di Celebes, Jawa dan Sumatra, dan tipe ini datang dari daerah-daerah itu. Tipe Deuntero-Melayu adalah tipe Mongoloid dengan ciri-ciri yang mirip dengan darah campuran Indo-Cina, atau Cina dengan Melayu. Tiga tipe ras manusia itu akan dijelaskan selanjutnya secara ringkas di sini.

(1). Ras Negritos sebagai ras asli dan tertua mendimai kepulauan Indian mulai dari Andama di barat, Filipinan di utara, Maluku dan Timor Group di bagian timur. Divisi Negritos tidak dibahas disini karena akan dibahas dengan sub teme tersendiri di bagian depan lain. (2). Ras warna Coklat, manusia dengan tipe ini ialah kelompok campuran antara Negritos dengan ras kaukasian. Ketiga, ras warna kuning atau Mongoloid, populasi yang berasal dari Indian Timur (Indian Timur, Kepulauan Indian dan kepulauan Malay menunjuk wilayah mulai dari Indaman, Filipina hingga Aru dan Timor group). Istilah Mongoloid tidak menunjukkan orang Cina atau ras Mongoloid dari Asia, tetapi konsep Mongoloid telah meliputi semua ras kuning yang menempati Asia Timur, penduduk asli Amerika dan orang Oceanik lain. Orang Cina adalah orang Mongolian telah lama mencapai peradaban, dan itu membedakan dengan kelompok lain. (3). Ras Melayu dan Indonesia. Divisi Melayu dan Indonesia ini disebut juga sebagai ras sub–Oceanic Mongoloid, dan ditemukan di seluruh wilayah India Timur, di Jawa, Borneo, Sumatra, Sulawesi, termasuk Filipina. Sub-tipe ini oleh Kroeber dinamai Malayu proper atau Deuntero-Melayu. Tipe mereka adalah kepala bulat, dan hidung lebar medium. Su-tipe kedua adalah Indonesia atau Proto-Melayu, sub-tipe ini berbeda dalam beberapa hal. Tingga tubuh mereka lebih tinggi beberapa centimeter, kepala lebih kecil, hidung sangat lebar. Figurnya lebih pendek dan gemuk, kaki dan tangan pendek, dan ciri secara umum sama untuk tipe Melayu. Di Filipina ada sembilan belas atau lebih populasi untuk divisi Melayu (Kroeber, 1928: 47-49).

Baca ini: (Divisi-Divisi Negritos)

Kelompok-kelompok tipe manusia tersebut didistribusi di variasi pulau di kepulauan Filipinan. Tipe Indonesia termasuk dalam kelompok Pagans, menempati di bagian dalam pulau Luzon dan pedalaman Mindanao. Ciri tipe ini sama dengan mereka yang hidup bagian lain. Tipe Indonesia paling nyata diantara Luzon group. Di Mindanao bervariasi diantara tipe Indonesia dan tipe Melayu, beberapa suku penganut islam di pantai benar-benar tipe Melayu dan Sebagian mereka sudah menganut Kristen, mereka adalah Melayu Pagan.

Dua tipe manusia, Deutero-Melayu dan Proto-Melayu itu dapat digambarkan sebagai berikut: 1). Ras Mongoloid – Melayu atau Deutero-Melayu terbagi dalam dua puluh tiga divisi. Tipe Deutero Melayu yang menganut Kristen lima belas kelompok; Deutero-Melayu menganut Islam empat kelompok, sedang Deutero-Melayu menganut Pagan empat kelompok. Kelompok Kristen Deutero-Melayai sebagai berikut: (1). Gagayan. (2). Ilokano. (3). Pangasinan. (4). Sambal. (5). Pampanga. (6). Tagalog dari Bulakan. (7). Tagalog dari Irizal. (8). Tagalog dari Laguna. (9). Tagalog dari Tavite. (10). Bikol. (11). Bisaya dari Panay. (12). Bisaya dari Negros. (13). Bisaya dari Kebu. (14). Bisaya dari Leyte. (15). Bisaya dari Samar. Deutera-Melayu yang menganut Muhametan atau muslim yaitu: (16). Moro dari Davao. (17). Moro dari Gotabato. (18). Moro dari Zamboanga. (19). Moro dari Sulu. Selanjutnya Deutero-Melayu yang disebut orang Pagan terdiri dari: (20). Lembah Tinggian di Muzon. (21). Pegunungan Tinggian di Muzon. (22). Subanun di Mindanao. (23). Tagakaolo di Mindanao. 2). Ras Mongoloid – Indonesia atau Proto-Melayu terbagi ke dalam delapan kelompok etnik yang semua adalah orang Pagan sebagai berikut: (1). Bontok di Luzon. (2). Kankanai di Luzon. (3). Nabaloi di Luzon. (4). Ifugao di Luzon. (5). Ilongot di Luzon. (6). Manobo di Mindanao. (7). Bilaan di Mindanao, dan (8). Tagbanua di Palawan (Kroeber, 1928: 53). Maka seluruhnya dua tipe ras Melayu di Filipina yaitu, ras Deutero-Melayu dan Proto-Melayu terbagi menjadi tiga puluh variasi atau kelompok. Jumlah kedua kelompok Melayu itu tidak termasuk dengan kelompok Negritos sebagai ras asli yang paling tertua di Kawasan ini. Dimana seorang etnolog Meyer (1899) telah dikelompokkan menjadi delapan sub divisi Negritos yang tersebar di seluruh kepulauan Filipina.

(Baca juga: West Papua, Indonesia dan Melanesia Spearhead Group (MSG): Bersaing Logika dalam Politik Regional dan Internasional)

Kedua tipe ini berasal dari ras manusia yang sama, tahap demi tahap kedua tipe ini migrasi masuk ke Filipina dalam dua tahap. Tipe Indonesia atau Proto-Melayu tiba pertama, dan mendesak dan mengusir ras asli Negritos dari wilayah mereka ke pedalaman, merampas dan menduduki daerah pesisir pantai dan distrik-distrik di dataran rendah. Tipe Indonesia atau Proto-Melayu ini kemudian bergeser ke daerah kaki gunung, dan hulu sungai karena terdesak oleh migran gelombang kedua. Tahap migrasi kedua, Melayu atau Deutero-Melayu. Kelompok kedua ini datang mungkin, atau mungkin tidak sebagai anggota superior. Mereka datang dengan tingkat peradaban tinggi dari elemen kebudayaan India, organisasi sosial yang teratur, dan persenjataan lebih unggal, dan lebih mudah mengatur diri mereka. Mereka lebih mudah asosiasi dengan orang-orang yang mirip atau sama dengan mereka seperti orang Jawa, Sulawesi dan Kalimantan.
_______


*)Penulis adalah Dosen Antropologi Universitas Cenderawasih.

Bibliografi

Bellwood, Peter. 2007.    Prehistory of the lndo-Malaysian Archipelago. Honolulu: University of Hawaii Press.

Benyamin, Geoffrei and Chou, Chynhia. 2002. Tribal Community in the Malay World: Historical, Cultural and Social Perspektive. Nedherland and Singapore: International Institute for Asia Studies and International of Southeast Asia Studies. 

Blust R. 1993. Central and Central-Eastern Malayo-Polynesian. Ocean Linguist. 32:241–293.

Blust R. 1999. Subgrouping, circularity and extinction: some issues in Austronesian comparative linguistics. Symp Ser Inst Linguist Acad Sinica. 1:31–94.

Crawfurd, John. 1820. History of the Indian Archipelago: Containing an Account of the Manners, Arts, Languages, Religions, Institutions, and Commerce of its Inhabitants, 3 vols. Edinburgh: Archibald Constable.

Cooke, Fadzilah Majid. 2006. State, Communities and Forests in Contemporary Borneo. Asia-Pacific Environment Monograph 1. Australia: ANU E Press. Web: http://epress.anu.edu.au.Peschel, Oscar. 1888. The Races of Man, and Their Geographical Distribution. New York: D. Appleton and Compan.

Douglas, Bronwen. 2008. Foreign Bodies in Oceania, dalam Bronwen Douglas dan Chris Ballard (eds) Foreign Bodies Oceania and the Science of Race 1750-1940, Published by ANU E Press.

Haberlandt, Michael. 1920. Ethnology. Race in America, Malay and Pacific. London: Bedford Street.

Hergoualc'h, Micheljacq. 2002. The Malay Peninsula Crossroads of The Maritime Silk Road (100 Bc - 1300 Ad). Leiden: Koninklijke Brill N. V. 

Koentjaraningrat. 1993. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Latham, Robert Gordon, 1850. The Natural History of The Varieties of Man. London: John Van Voorst, Paternoster Row.

Mochtar Lubis. 2008, Manusia Indonesia, Jakarta: Yayasan obor Indonesia.

Murray P. Cox. 2008. The Genetic Environment of Melanesia: Clines, Clusters and Contact, Population Genetics Research Progress and Nova Science Publishers, Inc.

O’Connor, Sue, Bulbeck, David, and Meyer, Juliet. 2018. The Archaeology of Sulawesi Current Research on the Pleistocene to the Historic Period. Australia: ANU Press.

Prichard, James Cowles. 1837. Researches into the Physical History of the Mankind. Vol II. London: Sherwood, Gilbert, and Piper.

Robequain, Charles. 1954. Malaya, Indonesia, Borneo and the Philippine; A Geographical, Economic and political description of Malay, the East Indies and the Philippines. London, New York and Toronto: Langman, Greend and go.

Richards, M. Oppenheimer, S. Sykes, B. 1998. mtDNA suggests Polynesian origins in Eastern Indonesia. Am J Hum Genet. 63:1234–1236.

Skeat, Walter William. and Blagden, Charles Otto. 1906. Pagan Races of the Malay Peninsula. New York: Macmillan and go.

Suwardi Endraswara. 2010. Filsafat Hidup Jawa; Mencari Mutiara Kebijakan dari Intisari Filsafat Kejawen. Yogyakarta: Cakrawala.

Suwardi Endraswara. 2013. Mistik kejawen: sinkretisme, simbolisme dan sufisme dalam budaya spiritual jawa. Yogyakarta: Cakrawala.

Wallace, Alfred Russel. 1890. The Malay Archipelago. The Land of the Orang-Utan and the Bird of Paradise. A Narrative of Travel with Studies of Man and Nature. New York: Macmillan and Co.


Posted by: Admin
Copyright ©tabloid-wani.com "sumber" 
Hubungi kami di E-Mail ✉: tabloid.wani@gmail.com

Posting Komentar