1. Pengantar
Divisi Melayu adalah ras dominan di Semenanjung Asia, dan para antropolog berpendapat bahwa secara historis ras Melayu ditempati tiga pulau utama: Sumatra, Jawa dan Sulawesi, dan pulau-pulau di sekitarnya. Dari tiga pulau utama tersebut tersebar dan ekspansi di pulau-pulau lain, dan puncak ekspansi terjadi pada masa kejayaan Sriwijaya dan Majapahit untuk memperluas kekuasaan kedua kerajaan kuno tersebut. Di masa modern, ras Melayu didiami lima negara modern, yakni: Thailand, Melasya, Singapur, Indonesia, dan Brunei. Dalam tulisan ini dibahas divisi-divisi Melayu dan eskpansi mereka melingkupi Asia-Pasifik masa kini.
2. Melayu
Ras divisi Melayu itu tersebar di negara-negara modern kini disebut Indonesia, Malaysia, Singapur, Brunei dan Filipina. Ras Melayu sendiri adalah cabang dari Asiatic, orang Melayu berbatasan dengan Indo-Cina di utara dan barat, Dravidian dan Negritos Andama di barat, Polinesia dan Melanesia bagian timur dan ras Aborigin-Australia di selatan. Ras Melayu menempati kepulauan yang luas dan paling jauh adalah Formosa di utara, dan pulau-pulau yang dekat dengan Jepang, dan Madacarkar paling ujung, selatan Afrika. Studi-studi klasik mengelompokkan divisi Melayu terbagi ke dalam lima kelompok yakni: 1). Melayu di semenanjung Asia yang tersebar di Malaysia, Sumatra, Jawa, Sunda hingga Bali. 2). Melayu Oceanik yang terdiri atas Lombok, Sulawesi, Kalimantan, kepulauan Maluku dan Timor. 3). Eastern Melayu, meliputi Filipina, dan pulau lain di sekitarnya. 4). Polinesia yang meliputi Polinesia modern dan Migronesia modern. 5). Madagascar yang diujung selatang Afrika (lihat Pischel. 1888; Prichard, 1837; Latham, 1850; Haberlandt, 1920).
Wallace mengatakan Melayu adalah niscaya, ada dua ras yang paling penting, satu kelompok telah mengalami peradaban, banyak mengalami kontak dengan Eropa dan dengan sendirinya dalam sejarah peradaban. Apa yang disebut ras-ras Melayu sebenarnya dihargai dari yang lainnya, karena elemen Melayu dalam bahasanya, hal lain yang dipertimbangkan adalah keseragaman karakter fisik dan mental, dan perbedaan yang paling besar ialah peradaban dan bahasa. Wallace kelompokkan ras Melayu ke dalam empat kelompok besar, dan beberapa suku semi peradaban dan sebagian dari mereka adalah masih ras biadab (savages). Melayu proper adalah penduduk di Semenanjung Malaysia, dan hampir semua pantai di wilayah Borneo, dan Sumatra. Mereka semua penutur bahasa Melayu, atau dialek Melayu, mereka menulis dalam karakter Arab dan menganut agama Mohametan (islam): Orang Jawa di pulau Jawa, sebagian dari Sumatra, Madura, Bali, dan sebagian di Lombok. Mereka penutur bahasa Jawa dan Kawi, menulis dalam karakter asli (native). Mereka menganut Muhametan di Jawa, Brahmins di Bali, dan Lombok. Bugis dan Makasar adalah populasi terbesar di sebagian Celebes, dan mereka telah menjadi aliansi dengan Sumbawa, dan penutur bahasa Bugis dan Makasar, dengan dialek dan dua karakter asli yang berbeda ketika mereka menulisnya. Mereka adalah penganut agama Muhametan atau islam. Ras besar Melayu keempat adalah Tagalas di pulau Filipina, dan banyak dari mereka menganut Kristen, dan penutur bahasa Tagalas dan Spanis. Kelompok Maluku-Melayu populasi central di Ternate, Tidore, Batchian, dan Amboyna, mereka terbagi dalam lima divisi dari ras Melayu semi beradab (semi-civilized). Mereka penganut Muhametan, dan bahasa mereka bervariasi. Bila dipandingkan kesamaan bahasa dengan orang Bugis dan bahasa Jawa ditemukan kesamaannya dengan bahasa-bahasa dari suku-suku semi beradab di Maluku. Penduduk biadab Melayu lain adalah orang Dayak di Borneo; orang Batak dan suku-suku lain di Sumatra; orang Jakun di Semenanjung Malaysia; penduduk asli di bagian utara Celebes, pulau Sula dan sebagian di Bouru (Wallace, 1890: 446-447).
Studi-studi etnologi klasifikasi ras Melayu ke dalam dua kelompok besar berdasarkan tahapan migrasi mereka dari Asia yaitu: Proto-Melayu, dan Deutero Melayu. Proto Melayu dianggap sebagai migran pertama, mereka menggeser ras hitam sebagai penduduk asli di kawasan ini. Proto-Melayu mencakup banyak orang pedalaman di pulau-pulau besar Indonesia dan Filipina dan tentu saja beberapa orang di wilayah Indonesia bagian timur seperti Maluku, Flores dan Timor. Sementara Deutero-Melayu adalah populasi yang mendiami daerah yang lebih mudah dijangkau, hanya memiliki lebih banyak kontak dengan dunia Mongoloid Asia (Bellwood, 2007: 75). Masing-masing divisi tersebut akan digambarkan dalam pembahasan selanjutnya.
3. Melayu di Semenanjung Malaysia
Logan, dalam literatur klasiknya “the ethnology of eastern Asia” mengatakan ras Melayu adalah sangat bervariasi, tetapi hal itu biasanya telah intermediasi diantara orang Siam dan Burma, kedua ras itu umumnya dalam menentukan keberanian. Umumnya ekspresi Indonesia dan Polinesia, lambat dan lemah (Logan, 1809: 12). Tiga divisi kategori orang asli, “Negrito”, “Senoi”, dan “Proto-Malay”di Tailand Selatan dan Semenanjung Malaya telah intermediasi dalam dua hal, ciri fisik dan linguistik. Intermediasi ciri fisik melalui asimilasi perkawinan diantara etnik-etnik yang berbeda, sementara intermediasi linguistik adalah kontak komunikasi diantara para penutur bahasa yang berbeda.
Divisi Negritos yang lebih lanjut akan dibahas di bawah, adalah yang masih disebut 'Semang' ('budak utang') di negara bagian Perak, Kedah dan Pahang-dan 'Pangan' (orang hutan') di negara bagian Kelantan dan Terengganu. Populasi mereka yang paling sedikit. Sebagian dari mereka masih tinggal di wilayah Thailand, di wilayah pegunungan yang memisahkan Thailand dengan Malaysia. Divisi Senoi masih disebut nama Sakai, dan divisi ini hanya ditemukan di Malaysia. Mereka merupakan kelompok Orang Asli setelah Negritos yang paling banyak jumlahnya. Mereka selalu memelihara hubungan dengan Negritos, dan berbicara dialek bahasa dari rumpun linguistik Austro Asiatic yang sama. Kelompok ketiga, yaitu Malayu Asli atau Proto-Malayu, mereka tinggal di bagian selatan Semenanjung, negara bagian Pahang, Lohor, Negeri Sembilan dan Melaka. Mereka berbicara dengan dialek yang termasuk dalam kelompok bahasa Melayu-Polinesia (Hergoualc'h, 2002: 27). Etnolinguistik yang digunakan tiga kelompok itu dipengaruhi banyak kata Melayu karena hubungan mereka telah terbangun sejak lama dan masih mempertahankan relasi mereka secara ekonomi, politik, dan sosial budaya diantara mereka.
4. Divisi Sumatra
Divisi Sumatra; terdiri atas berbagai kelompok etnik seperti Aceh di ujung barat Sumatra, etnik Batak di sekitar danau Toba, Minangkabau, Tabanuli, Padang dan Pengkulu di pantai selatan Kalimantan, Palembang dan Lampung bagian timur dan pulau-pulau lain di sekitarnya. Dalam studi etnografi klasik menjelaskan, sejak abad tujuh belas dan delapan belas tiga kelompok etnik: Aceh, Batak dan Minangkabau telah jauh berkembang dan mendominasi ekonomi, sosial, dan politik di Sumatra. Mereka telah menerima budaya luar dan penetrasi dengan orang luar seperti Cina, India, Arab dan Eropa, melalui pengaruh Hindu, Islam dan Kristen dalam tiga etnis itu. Kehadiran migran asing dimulai sejak kerajaan Sriwijaya dan pengaruh selat Malaka sebagai jalur transportasi utama di masa itu.
Benjamin dan Chou identifikasi divisi Sumatra ke dalam sejumlah etnik groups dari lima provinsi di Sumatra yakni: Provinsi Riau teridentifikasi menjadi delapan etnis, Orang Laut, Talang Mamak, Bonai, Hutan, Akit, Sakai, Kuala/Laut, dan Bertam. Provinsi Jambi terbagi ke dalam lima etnik groups: Anak Dalam (Kubu), Masyarakat Talang, Masyarakat Terasing, Bajau/Suku Laut, dan Talang Mamak. Ethnik group dari provinsi Sumatera Selatan adalah Anak Dalam (Kubu), Laut, dan Ameng Sawang. Provinsi Sumatra utara teridentifikasi Nias, dan provinsi Bengkulu terdiri dari tiga etnik: Serawai, Rejang, dan Kaarubi, Kaano (Benjamin dan Chou, 2002: 23).
5. Divisi Jawa
Suwardi Endraswara (2007) mengambarkan karakter dan watak orang Jawa. sebagai berikut: 1). Drengki-srei, jail methakil. drengki-sre watak tak senang jika orang lain mendapatkan kenikmatan sebaliknya amat bahagia orang lain celaka. Jail watak orang Jawa gemar perbuat tak baik kepada orang lain. Methakil niat untuk mencelakakan orang lain karena ingin menang sendiri. Watak Jail methakil itu terkombinasi dengan watak mbuntut arit dan nyumur gumuling, maka orang Jawa berwatak kaya kata-kata manis, kaya pura-pura, dan pandai bersilat lidah dan ingin hebat di dunia. Watak ini menyebabkan perilaku yang meremehkan pihak lain, mengecilkan kemampuan orang lain, dan tak mau mengakui sedikitpun terhadap keberadaan orang lain. 2). Merkengkong, sekhuton dan ngelendeng. Merkengkong berarti berwatak merasa risi, tak mau, rowel dan sulit dipegang hatinya. Karena biasanya mereka selalu menyulitkan pihak lain. Hati dan pikirannya kebal, bermuka tebal (rai gedheg), dan selalu tak tahu malu. Yang penting bagi mereka benar sendiri. Lalu diri mereka itu sering njangon gori artinya tak mau menghiraukan suara orang lain. Nuraninya telah tertutup dan terpatri oleh nafsu ingin berkuasa, ingin menang, dan ingin menolak kesalahan. Akhirnya hanya keselamatan dan keuntungan dirinya yang dibesar-besarkan. 3). Kikrik, watak orang Jawa yang super sulit. Orang Jawa yang berwatak kikrik sulit dikendalikan pihak lain. Apa saja sering dianggap kurang tepat, sehingga pihak lain dianggap salah terus menerus. Watak ini bisa muncul dalam budaya Jawa yang tersubordinasi. Watak kikrik selalu diliputi merasa dirinya lebih. 4). Ngarasani. Budaya ini lahir atas dorongan budaya semu, tidak suka menyatakan sesuatu secara terbuka. Segala sesuatu dibungkus dengan rasa, membicarakan orang lain secara sembunyi-sembunyi. 5). Trocoh. Trocoh berhubungan dengan kata-kata yang amat jelek dan menjatuhkan martabat pihak lain. 6). Lemer, geleman dan dhemenan. Watak lemer, kebiasaan wanita Jawa gemar ikut laki-laki berganti-ganti pasangan. Watak geleman, mau diajak laki-laki siapa saja, tanpa pandang bulu. Dhemenan berarti berbuat selingkuh dengan laki-laki dari keluarga lain secara sembunyi-sembunyi. 7). Nylekuthis, adalah watak yang bergaya dengan segenap stelannya tetapi sebenarnya adalah sampah masyarakat. 8). berwatak damai, prinsip ini dianut dalam mencapai kedamian ada konsep rukun yakni kondisi di mana keseimbangan sosial tercapai. (9) berwatak toleran, toleransi adalah sikap lapang dada atau savoir vivre istilah Anderson. Toleransi menjadi pokok sikap mental orang Jawa.
Watak dasar orang Jawa ini bersifat genetis, sesuatu yang ada dalam diri manusia sejak lahir. Konsep budaya Jawa adalah budaya kebatinan. Dalam batin manusia Jawa tersarang jiwa yang mengendalikan keseluruhan sistem kehidupan. Konsep dalam hidup manusia itu dinai jagat cilik, dan unsur terkecil dari jagat cilik adalah watak, dan bagi orang Jawa watak itu bersifat generis maka tidak bisa diubah sampai mereka mati. Berkaitan dengan dasar watak, sifat dan perilaku manusia itu digambarkan dengan ungkapkan: “bibit, bebet, bobot“, bibit itu watak diturunkan secara gereris, bebet itu sifat, dan bobot itu perilaku (Prihatmi, et. al. 2003: 71).
6. Divisi Indonesia Timur
Divisi Indonesia timur; terbagi ke dalam beberapa kelompok Bali, Lombok, Flores, Timor, Halmahera, kepulauan Maluku, Kei, Tanimbar dan kepulauan Aruh. Populasi di kepulauan Maluku, Halmahera, Kei, Aru, Flores, dan Timor dikelompokkan sebagai ras campuran antara Melayu, Polinesia dan Melanesia. Berbagai penelitian etnologi telah identifikasi bahwa penduduk di Kawasan itu dikelompokkan sebagai ras Austro-Malayan, atau Alforo. Konsep Austro-Melayan menunjuk ras Austronesia dan Melayu, dimana mereka adalah produk campuran kedua ras itu. Berbagai studi anthropologi, linguistik, genetik menunjukkan mereka adalah ras campuran antara Melayu, Austronesia, Melanesia dan sedikit darah Aborigin-Australia (Blust, 1993, 1999; Crawfurd, 1820, 1848; Douglas, 2008; Murray, 2008; dan Richards, et. al. 1998). Untuk divisi kepulauan Maluku dan Timor group lebih lanjut dibahas terpisah di bagian lain.
7. Divisi Celebes
Divisi Celebes; Celebes atau Sulawesi terletak diantara Benua Sahul dan Benua Sunda, di mana kawasan telah ditemukan spesies hewan dan tumbuhan yang mencirikan kedua kawasan itu. Alfred R. Wallace mengatakan posisi Celebes menjadi central di kepulauan itu, karena semua sisi terkoneksi, di bagian utara adalah Filipinan; sebelag barat Borneo; di sebelah timur kepulauan Maluku; dan di sebelah selatan adalah Timor Group; pada semua sisi terkoneksi melalui satelit, atau melakukan penelitian lapangen di kepulauan itu dengan menggunakan peta (Wallace, 1890: 207). Posisi central di kepulauan ini merepresentasikan di pulau ini telah ditemukan berbagai spesies hewan dari seluruh dunia di kawasan ini. Karena posisi central itulah, laut Sulawesi menjadi demergasi antara Asia dan Pasifik yang ditetapkan oleh Wallace. Batas demergasi itulah disebut “Line Wallace” yang memisahkan Pasifik dan Asia. Di pulau ini menempati ras divisi Melayu Celebes yang terbagi ke dalam etnik group bervariasi. Makasar dan Bugis di bagian selatan, Buton di Tenggara, Toraja di bagian tengah dan Minahasan paling utara. Etnik group seperti Makasar, Bugis, Buton dan Toraja memiliki sifat enspansif tinggi, mereka ekspansi keluar dari tanah mereka dan menguasai ekonomi dan perdagangan di berbagai daerah di Indonesia. Di Papua tiga kelompok ini menguasai dan monopologi perdagangan di berbagai kota di seluruh Papua. Demikian Toraja banyak keluar dari wilayah mereka dan menguasai hampir seluruh sektor penting di Papua. Toraja adalah salah satu populasi migran paling banyak di Papua, mereka menguasai ekonomi, pemerintahan, dan birokrasi di Papua dengan cara yang tidak terpuji dan paling buruk. Satu orang Toraja menduduki jabatan tertentu, ia bawa para pengangguran dari daerah asal dan menempatkan mereka berbagai jabatan dalam Lembaga itu dan Lembaga terkait lain, ia menempatkan semua orang Toraja mulai dari sopir, clining servis, tenaga honorer, hingga berbagai jabatan strategis. Kondisi ini, dimana-mana orang Papua mulai menentang orang Taraja dan makin tidak menyukai mereka. Di Kabupaten Tolikara, Jhon Tabo seorang keturunan Taraja menjabat sebagai Bupati, ia menempatkan sebagian besar jabatan penting orang Toraja, maka nama Tolikara yang artinya lembah Toli dan Karubaga, dua lembah di Kabupaten itu, telah dijuluki sebagai Toraja Lingkar Karubaga (Tolikara). Penolakan yang sama telah muncul juga di Timuka tahun 2020, di mana semua sector bisnis, ekonomi, birikrasi pemerintahan dan politik telah diambil alih majoritas orang Taraja. Maka orang-orang asli Papua menentang sistem monopoli yang kotor orang Toraja tersebut.
Pig and dog have both been identified in West Sulawesi along the Karama River at sites such as Minanga Sipakko and Kamassi, where communities established open-air settlements by c. 3500 cal BP. These settlements also differ from Gua Mo’o hono in that they are often considered to represent colonisation of the island by Malayo-Polynesian-speaking populations and exhibit a variety of associated material culture such as red-slipped pottery, ground-stone technology and stone beads (Anggraeni, et. al. 2014, in Bulbeck, et. al. 2018).
8. Divisi Borneo
Divisi Borneo dibagi ke dalam variasi etnik group dan etnik-etnik itu tersebar di dalam tiga negara: Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Di pulau ini dihuni dua kelompok besar: Dayak, dan Melayu. Tanah Borneo sering dijuluki sebagai “Borne is the home of the Dyak”, di masa lalu semua etnik yang belum mencapai peradaban dikategori sebagai orang Dayak di pulau ini. Namun realita tidak demikian, orang di pulau ini tidak homogenitas asal-usul dan mode hidup. Anthropolog membedakan tipe dominan dari roman mukanya adalah seorang Mongoloid brachycephalic, dan termasuk tipe ini adalah orang Kenyas, Kayan, Bahan, dan Iban, dan lainnya terdiri dari bentuk kepala dolichocephalic adalah orang Klementan, populasi besar di bagian Sarawak, di lembah Kapuas dan bagian utara dari Kutai. Populasi dominan adalah orang Dayak, yang menempati di barat laut dan barat daya yakni orang Dayak Iban dan Dayak Klementan yang telah mengalami proses intermediasi dengan migran yang datang dari Indo-Cina dan Filipina (Robequain, 1964: 220). Di Wilayah yang menjadi bagian Indonesia, banyak migran Jawa, Cina, Sumatra dan Makasar ke sana melalui transmigrasi, dan migran spontan untuk berbagai tujuan. Orang asli Dayak telah banyak mengalami intermediasi melalui assimilasi perkawinan. Tanah-tanah milik penduduk asli Borneo diambil alih oleh pemerintah dan kelompok migran untuk berbagai kepenting seperti perkebunan kelapa sawit, pembangunan insfrastruktur pemerintah dan investasi asing.
Hampir sama dengan di Semenanjung Malaysia, populasi Melayu di semenanjung itu adalah migran dari Sumatra, Jawa dan Sulawesi yang mendirikan pemukiman para migran itu dalam rangka memperluas kekuasaan Sriwijaya pada abad ke tiga belas; dalam periode yang sama tahun 1350 kerajaan Majapahit di Jawa juga memperluas pengaruhnya hingga ke Borneo dan mengirimkan migran Melayu dari Jawa, dan Bugis untuk mendirikan pemukiman mereka di sepanjang pesisir pulau Borneo. Dengan demikian, populasi Melayu di Semenanjung Malaysia dan di Borneo adalah migran Sumatra, Jawa dan Sulawesi. Peristiwa pendudukan tersebut telah mengulang kembali dengan migrasi dan pendudukan illegal bangsa Melayu di West Papua sejak 1 Mei 1963 hingga kini, untuk menduduki dan menjajah bangsa West Papua ini.
9. Divisi Filipina
Divisi Filipina; kepulauan Filipina adalah sebuah group lebih dari empat ratus pulau, ditambah dengan enam ratus pulau kecil yang terpisah satu dengan lain. Kemungkinan pulau-pulau di dunia lebih dari itu. Total luas tanah adalah 115.000 kuatrad mil, jika dipandingkan sama dengan luas Arizona, atau kurang lebih sama dengan Inggris Raya dan Ireland. Pulau yang paling besar adalah Luzon di utara, berikutnya Mindanao di selatan. Secara geografis dua pulau ini menjadi pusat di kepulauan ini. Diantara garis kedua pulau itu, di central adalah Bisayan group yang terdiri atas banyak pulau kecil yang tujuh diantaranya ukuran medium: Panay, Negros, Cebu, Pohol, Leyte, Samar, dan Masbate. Pulau kecil Babuyanes dan Batanes berada digaris yang hubungan langsung dengan Formosa. Paling jauh Batanes, Formosa kelihat bila suaca cerah, dan ini pulau yang besar dihadapan pantai Cina. Luzon, Samar dan Leyto membentuk tahap ke laut selatan dari Mindanao. Di sinilah dibawa kepada permukaan samudra Pasifik dan memandang keindahan bunga dari pulau-pulau dihadapan Halmahera. Lain paralel dengan itu adalah Mindanao melalui pulau Sangir ke sayap utara pulau besar Celebes. Pulau-pulau lebih yang lebihnya di bagian barat melalui pulau Luzon. Melalui pulau Negro dan Mindanao mengantar ke kepulauan Sulu, paling besar adalah Basilan, Sulu, Jolo dan Tawi-Tawi. Kepulauan Sulu berada di barat daya, dan sangat dekat dengan barat laut pulau besar Borneo (Kroeber, 1928: 21-22).
Di kepulauan ini telah menempati dua ras umat manusia yang berbeda satu dari lain. Para antropolog secara fisik identifikasi dengan tipe fisik warna kulit coklat gelap, dan rambut kerinting adalah tipe asli yang telah lama menghuni daerah kepulauan India timur termasuk Filipinan. Mereka adalah Negrito, Vedda, dan Papua, mereka frekuensi paling banyak di sebelah timur; Proto Melayu atau Indonesia, adalah salah satu tipe yang lebih maju dengan relatif lebih kompleks terang roman muka, dan terakhir tipe Malay dengan hitam kompleks dan jelas roman mukanya mongoloid. Kelas-kelas dan tipe-tipe itu adalah hanya dapat didefinisikan dengan jelas bahwa tiap tingkat adalah campuran dan transisi. Hal sangat sulit untuk membuktikan fakta-fakta proto-Melayu dari Melayu, dan sangat sulit juga untuk membuktikan fakta-fakta antara orang pedalaman dan orang di daerah pantai (Robequain, 1964: 272). Buku-buku referensi lama mengambarkan, tipe ras hutam atau Negritos sebagai ras asli. Tipe Proto-Melayu atau Indonesia adalah tipe yang sama dengan di Celebes, Jawa dan Sumatra, dan tipe ini datang dari daerah-daerah itu. Tipe Deuntero-Melayu adalah tipe Mongoloid dengan ciri-ciri yang mirip dengan darah campuran Indo-Cina, atau Cina dengan Melayu. Tiga tipe ras manusia itu akan dijelaskan selanjutnya secara ringkas di sini.
(1). Ras Negritos sebagai ras asli dan tertua mendimai kepulauan Indian mulai dari Andama di barat, Filipinan di utara, Maluku dan Timor Group di bagian timur. Divisi Negritos tidak dibahas disini karena akan dibahas dengan sub teme tersendiri di bagian depan lain. (2). Ras warna Coklat, manusia dengan tipe ini ialah kelompok campuran antara Negritos dengan ras kaukasian. Ketiga, ras warna kuning atau Mongoloid, populasi yang berasal dari Indian Timur (Indian Timur, Kepulauan Indian dan kepulauan Malay menunjuk wilayah mulai dari Indaman, Filipina hingga Aru dan Timor group). Istilah Mongoloid tidak menunjukkan orang Cina atau ras Mongoloid dari Asia, tetapi konsep Mongoloid telah meliputi semua ras kuning yang menempati Asia Timur, penduduk asli Amerika dan orang Oceanik lain. Orang Cina adalah orang Mongolian telah lama mencapai peradaban, dan itu membedakan dengan kelompok lain. (3). Ras Melayu dan Indonesia. Divisi Melayu dan Indonesia ini disebut juga sebagai ras sub–Oceanic Mongoloid, dan ditemukan di seluruh wilayah India Timur, di Jawa, Borneo, Sumatra, Sulawesi, termasuk Filipina. Sub-tipe ini oleh Kroeber dinamai Malayu proper atau Deuntero-Melayu. Tipe mereka adalah kepala bulat, dan hidung lebar medium. Su-tipe kedua adalah Indonesia atau Proto-Melayu, sub-tipe ini berbeda dalam beberapa hal. Tingga tubuh mereka lebih tinggi beberapa centimeter, kepala lebih kecil, hidung sangat lebar. Figurnya lebih pendek dan gemuk, kaki dan tangan pendek, dan ciri secara umum sama untuk tipe Melayu. Di Filipina ada sembilan belas atau lebih populasi untuk divisi Melayu (Kroeber, 1928: 47-49).
Baca ini: (Divisi-Divisi Negritos)
Kelompok-kelompok tipe manusia tersebut didistribusi di variasi pulau di kepulauan Filipinan. Tipe Indonesia termasuk dalam kelompok Pagans, menempati di bagian dalam pulau Luzon dan pedalaman Mindanao. Ciri tipe ini sama dengan mereka yang hidup bagian lain. Tipe Indonesia paling nyata diantara Luzon group. Di Mindanao bervariasi diantara tipe Indonesia dan tipe Melayu, beberapa suku penganut islam di pantai benar-benar tipe Melayu dan Sebagian mereka sudah menganut Kristen, mereka adalah Melayu Pagan.
Dua tipe manusia, Deutero-Melayu dan Proto-Melayu itu dapat digambarkan sebagai berikut: 1). Ras Mongoloid – Melayu atau Deutero-Melayu terbagi dalam dua puluh tiga divisi. Tipe Deutero Melayu yang menganut Kristen lima belas kelompok; Deutero-Melayu menganut Islam empat kelompok, sedang Deutero-Melayu menganut Pagan empat kelompok. Kelompok Kristen Deutero-Melayai sebagai berikut: (1). Gagayan. (2). Ilokano. (3). Pangasinan. (4). Sambal. (5). Pampanga. (6). Tagalog dari Bulakan. (7). Tagalog dari Irizal. (8). Tagalog dari Laguna. (9). Tagalog dari Tavite. (10). Bikol. (11). Bisaya dari Panay. (12). Bisaya dari Negros. (13). Bisaya dari Kebu. (14). Bisaya dari Leyte. (15). Bisaya dari Samar. Deutera-Melayu yang menganut Muhametan atau muslim yaitu: (16). Moro dari Davao. (17). Moro dari Gotabato. (18). Moro dari Zamboanga. (19). Moro dari Sulu. Selanjutnya Deutero-Melayu yang disebut orang Pagan terdiri dari: (20). Lembah Tinggian di Muzon. (21). Pegunungan Tinggian di Muzon. (22). Subanun di Mindanao. (23). Tagakaolo di Mindanao. 2). Ras Mongoloid – Indonesia atau Proto-Melayu terbagi ke dalam delapan kelompok etnik yang semua adalah orang Pagan sebagai berikut: (1). Bontok di Luzon. (2). Kankanai di Luzon. (3). Nabaloi di Luzon. (4). Ifugao di Luzon. (5). Ilongot di Luzon. (6). Manobo di Mindanao. (7). Bilaan di Mindanao, dan (8). Tagbanua di Palawan (Kroeber, 1928: 53). Maka seluruhnya dua tipe ras Melayu di Filipina yaitu, ras Deutero-Melayu dan Proto-Melayu terbagi menjadi tiga puluh variasi atau kelompok. Jumlah kedua kelompok Melayu itu tidak termasuk dengan kelompok Negritos sebagai ras asli yang paling tertua di Kawasan ini. Dimana seorang etnolog Meyer (1899) telah dikelompokkan menjadi delapan sub divisi Negritos yang tersebar di seluruh kepulauan Filipina.
(Baca juga: West Papua, Indonesia dan Melanesia Spearhead Group (MSG): Bersaing Logika dalam Politik Regional dan Internasional)
Kedua tipe ini berasal dari ras manusia yang sama, tahap demi tahap kedua tipe ini migrasi masuk ke Filipina dalam dua tahap. Tipe Indonesia atau Proto-Melayu tiba pertama, dan mendesak dan mengusir ras asli Negritos dari wilayah mereka ke pedalaman, merampas dan menduduki daerah pesisir pantai dan distrik-distrik di dataran rendah. Tipe Indonesia atau Proto-Melayu ini kemudian bergeser ke daerah kaki gunung, dan hulu sungai karena terdesak oleh migran gelombang kedua. Tahap migrasi kedua, Melayu atau Deutero-Melayu. Kelompok kedua ini datang mungkin, atau mungkin tidak sebagai anggota superior. Mereka datang dengan tingkat peradaban tinggi dari elemen kebudayaan India, organisasi sosial yang teratur, dan persenjataan lebih unggal, dan lebih mudah mengatur diri mereka. Mereka lebih mudah asosiasi dengan orang-orang yang mirip atau sama dengan mereka seperti orang Jawa, Sulawesi dan Kalimantan.
_______
*)Penulis adalah Dosen Antropologi Universitas Cenderawasih.
Bibliografi
Bellwood,
Peter. 2007. Prehistory
of the lndo-Malaysian Archipelago.
Honolulu: University of Hawaii Press.
Benyamin, Geoffrei and Chou, Chynhia.
2002. Tribal Community in the Malay World: Historical, Cultural and Social
Perspektive. Nedherland and Singapore: International Institute for Asia
Studies and International of Southeast Asia Studies.
Blust R. 1993. Central and Central-Eastern
Malayo-Polynesian. Ocean Linguist. 32:241–293.
Blust R. 1999. Subgrouping, circularity and
extinction: some issues in Austronesian comparative linguistics. Symp Ser
Inst Linguist Acad Sinica. 1:31–94.
Crawfurd, John. 1820. History of the Indian
Archipelago: Containing an Account of the Manners, Arts, Languages, Religions,
Institutions, and Commerce of its Inhabitants, 3 vols. Edinburgh: Archibald
Constable.
Cooke, Fadzilah Majid. 2006. State, Communities
and Forests in Contemporary Borneo. Asia-Pacific Environment Monograph 1.
Australia: ANU E Press. Web: http://epress.anu.edu.au.Peschel,
Oscar. 1888. The Races of Man, and Their Geographical Distribution. New
York: D. Appleton and Compan.
Douglas, Bronwen. 2008. Foreign Bodies in Oceania,
dalam Bronwen Douglas dan Chris Ballard (eds) Foreign Bodies Oceania and the
Science of Race 1750-1940, Published by ANU E Press.
Haberlandt, Michael. 1920. Ethnology.
Race in America, Malay and Pacific. London: Bedford Street.
Hergoualc'h, Micheljacq. 2002. The
Malay Peninsula Crossroads of The Maritime Silk Road (100 Bc - 1300 Ad).
Leiden: Koninklijke Brill N. V.
Koentjaraningrat. 1993. Kebudayaan
Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Latham, Robert Gordon, 1850. The
Natural History of The Varieties of Man. London: John Van Voorst,
Paternoster Row.
Mochtar Lubis. 2008, Manusia
Indonesia, Jakarta: Yayasan obor Indonesia.
Murray P. Cox. 2008. The Genetic Environment of Melanesia: Clines,
Clusters and Contact, Population Genetics Research Progress and Nova Science
Publishers, Inc.
O’Connor, Sue, Bulbeck, David, and
Meyer, Juliet. 2018. The Archaeology of Sulawesi Current Research on the
Pleistocene to the Historic Period. Australia: ANU Press.
Prichard, James Cowles. 1837. Researches
into the Physical History of the Mankind. Vol II. London: Sherwood,
Gilbert, and Piper.
Robequain, Charles. 1954. Malaya,
Indonesia, Borneo and the Philippine; A Geographical, Economic and political
description of Malay, the East Indies and the Philippines. London, New York
and Toronto: Langman, Greend and go.
Richards, M. Oppenheimer, S. Sykes, B. 1998. mtDNA
suggests Polynesian origins in Eastern Indonesia. Am J Hum Genet. 63:1234–1236.
Skeat, Walter William. and Blagden,
Charles Otto. 1906. Pagan Races of the Malay Peninsula. New York:
Macmillan and go.
Suwardi Endraswara. 2010. Filsafat
Hidup Jawa; Mencari Mutiara Kebijakan dari Intisari Filsafat Kejawen.
Yogyakarta: Cakrawala.
Suwardi Endraswara. 2013. Mistik kejawen: sinkretisme, simbolisme dan sufisme dalam
budaya spiritual jawa. Yogyakarta: Cakrawala.